Mengapa Beras Begitu Penting?

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, beras bukan sekadar makanan pokok. Lebih dari itu, beras memiliki posisi sentral dalam kebudayaan, spiritualitas, dan tradisi. Di balik setiap butir nasi yang kita makan, terbentang kisah-kisah kuno yang menghubungkan manusia dengan alam, kesuburan, dan keberkahan. Kisah-kisah ini terangkum dalam mitologi Dewi Sri, sang dewi padi yang diyakini sebagai pemberi kehidupan.

Beras Banyuwangi - Pabrik Beras Banyuwangi

Dewi Sri, Sang Ibu Padi

 

Dewi Sri dikenal dengan berbagai nama di seluruh nusantara—dari Nyi Pohaci Sanghyang Asri di Jawa Barat hingga Dewi Sri Pohaci di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia digambarkan sebagai sosok perempuan cantik, anggun, dan penuh kasih. Kehadirannya tidak hanya melambangkan kesuburan tanaman padi, tetapi juga kemakmuran, kemakmuran, dan perlindungan dari kelaparan.

Kisah tentang Dewi Sri sering kali dimulai dengan asal-usulnya yang tragis namun sakral. Menurut mitos Sunda, Dewi Sri adalah putri dari Batara Guru, dewa tertinggi dalam kepercayaan kuno. Ia tewas diracun oleh Batara Guru sendiri karena iri akan kecantikannya. Dari makamnya yang suci, tumbuhlah berbagai tanaman yang menjadi sumber kehidupan: rambutnya menjadi padi, matanya menjadi biji-bijian, dan tubuhnya menjadi tanaman pangan lainnya. Pengorbanan inilah yang membuat Dewi Sri dihormati sebagai pemberi kehidupan, di mana setiap bulir padi adalah bagian dari dirinya.

 

Ritual dan Tradisi yang Abadi

 

Kisah Dewi Sri tidak hanya hidup dalam cerita lisan, tetapi juga diwujudkan dalam berbagai ritual pertanian. Para petani Jawa dan Sunda, misalnya, memiliki tradisi Mapag Sri atau menjemput Dewi Sri saat musim panen tiba. Ritual ini dilakukan sebagai wujud rasa syukur dan penghormatan kepada sang dewi yang telah memberkahi panen melimpah. Sebelum panen dimulai, sesaji berupa tumpeng, jajanan pasar, dan bunga-bunga harum diletakkan di tengah sawah.

Di beberapa daerah, padi hasil panen pertama diperlakukan dengan sangat istimewa. Padi ini disebut “padi wulu” atau “padi pengantin” dan tidak langsung dijual atau dikonsumsi. Padi ini disimpan dalam lumbung khusus yang dianggap sebagai “rumah” bagi Dewi Sri, menjaganya agar tidak berpindah ke tempat lain. Tujuannya adalah memastikan Dewi Sri tetap berdiam di sawah tersebut dan memberkati panen berikutnya.

Pengaruh mitologi Dewi Sri juga terlihat dalam arsitektur tradisional, terutama pada lumbung padi. Lumbung-lumbung ini sering dihiasi dengan ukiran atau motif yang melambangkan Dewi Sri, seperti motif burung, ular, atau bunga. Ini bukan sekadar hiasan, melainkan cara untuk mengundang kehadiran sang dewi dan menjaganya dari gangguan roh jahat.

 

Makna Spiritual di Balik Bulir Padi

 

Kisah Dewi Sri mengajarkan kita tentang siklus kehidupan, kematian, dan kelahiran kembali. Pengorbanannya adalah metafora bagi kerja keras petani yang mengolah tanah dan menanam bibit. Setiap kali padi tumbuh, itu adalah tanda bahwa Dewi Sri hadir dan memberkahi. Ketika panen, butir-butir padi yang diambil adalah wujud dari “hidup” yang diberikan kembali kepada manusia.

Oleh karena itu, membuang-buang nasi sisa dianggap sebagai tindakan yang tidak hormat kepada Dewi Sri. Perbuatan ini diyakini akan mendatangkan kesialan atau membuat rezeki sulit. Penghormatan terhadap nasi dan butir padi adalah cara untuk menghargai alam, kerja keras petani, dan pengorbanan suci Dewi Sri.

BERAS BANYUWANGI - BINTANG PUSAKA JAYA

Meskipun zaman terus berubah dan pertanian modern semakin maju, mitologi Dewi Sri tetap relevan. Ia mengingatkan kita bahwa setiap butir nasi memiliki cerita, nilai, dan makna spiritual yang dalam. Dewi Sri adalah simbol dari hubungan erat antara manusia, alam, dan rezeki yang tak pernah habis.

Sudah coba Beras Banyuwangi? Rasakan pulennya hari ini!

BERAS BANYUWANGI - BINTANG PUSAKA JAYA