Di jantung budaya kuliner Jazirah Arab, terdapat satu komoditas yang melampaui sekadar bahan makanan: beras. Di negara-negara Teluk hingga Levant, butiran putih atau emas ini tidak hanya mengisi perut, tetapi juga memainkan peran sentral dan simbolis, menjadikannya “Raja Jamuan” dalam setiap adat dan perayaan.
Beras adalah simbol kemurahan hati (karam), kelimpahan, dan penyambutan yang hangat. Ketika seorang tamu dihormati, atau sebuah perayaan besar diadakan, hidangan nasi yang menggunung, dihiasi daging dan rempah, menjadi pusat meja makan. Skala dan kemewahan hidangan nasi secara langsung mencerminkan penghormatan tuan rumah kepada tamunya.
Pilar Utama Hidangan Pesta
Peran beras paling jelas terlihat dalam tiga hidangan ikonik yang menjadi wajib dalam setiap perayaan, mulai dari pernikahan, Idulfitri, hingga kumpul keluarga besar:
-
Kabsa (Arab Saudi/Negara Teluk): Sering dianggap sebagai hidangan nasional, Kabsa adalah campuran beras Basmati panjang yang dimasak dengan kaldu kaya rempah (kapulaga, kunyit, cengkeh) dan disajikan di bawah porsi besar daging kambing, ayam, atau unta. Kabsa bukan hanya makanan; ia adalah pernyataan keramahan.
-
Mandhi (Yaman/Teluk Selatan): Mandhi, yang berasnya dimasak dalam oven bawah tanah (tannour), memiliki tekstur yang sangat ringan dan aroma berasap yang khas. Karena proses memasaknya yang memakan waktu dan khusus, penyajian Mandhi secara tradisional menandakan acara yang sangat penting.
-
Biryani/Machboos (Beragam): Meskipun Biryani memiliki akar di Asia Selatan, varian lokal seperti Machboos (Kuwait/Qatar) sangat populer. Berasnya dimasak dalam lapisan rempah-rempah dan diselingi dengan ikan atau daging, menjadikannya hidangan yang membutuhkan kerja keras dan keahlian, cocok untuk momen spesial.
Nasi dan Etika Makan
Pentingnya nasi juga tertanam dalam etika makan komunal Arab. Secara tradisional, hidangan nasi disajikan dalam piring besar (sahan) yang dimakan bersama-sama, sering kali menggunakan tangan kanan. Tindakan berbagi dari satu piring besar ini adalah simbol persatuan dan kebersamaan.
Bahkan dalam puasa Ramadan, nasi kembali menjadi kunci. Hidangan yang kaya karbohidrat, seperti Harees atau hidangan nasi berat lainnya, menjadi bagian penting dari menu Iftar (berbuka) dan Suhoor (sahur) karena memberikan energi yang berkelanjutan.
Tradisi yang Tetap Kuat
Meskipun masakan internasional kini mudah diakses di kota-kota Arab modern, hidangan nasi tradisional tetap tak tergoyahkan posisinya. Mereka mewakili warisan dan identitas. Aroma Basmati yang direndam dalam rempah adalah memori kolektif akan rumah, keluarga, dan momen-momen paling bahagia.
Pada akhirnya, beras bukan hanya sekadar pendamping bagi daging dan saus; ia adalah kanvas tempat tradisi kuliner Arab dilukis. Kemampuannya untuk menyerap rasa rempah-rempah yang kompleks dan disajikan dalam porsi yang melambangkan kemakmuran telah mengukuhkan statusnya sebagai Raja Jamuan, sebuah peran yang akan terus dimainkan di setiap meja makan, dari tenda gurun hingga istana modern.
Sudah coba Beras Banyuwangi? Rasakan pulennya hari ini!